Fasa, Anak yang Jadi Pawang Ular
Bagi kebanyakan orang ular dianggap
sebagai binatang yang menjijikan sekaligus berbahaya. Terutama anak-anak, pada
umumnya mereka takut ular, apalagi ular berbisa. Tapi di Kampung Cibunar, Desa
Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung ada seorang anak menjadi pawing
ular.
Dadang Muhammad Fasa (6) seorang
anak yang masih duduk di kelas 1 sekolah dasar (SD), warga Mongor Kampung
Cibunar, pagi itu tengah sibuk sedang bermain bersama teman-teman sebayanya.
Sekilas tampak seperti anak-anak kebanyakan. Tak hanya di simpan di dalam
kandang. Ular-ular tersebut lepaskan begitu saja didalam rumah dan dimainkan.
Siapa sangka anak yang sering disapa Fasa tersebut memiliki aktivitas bermain
yang tak lajim sebagai seorang pawang ular, ia telah menaklukan berbagai jenis
ular, dari ular tidak berbisa sampai berbisa.
Pada awalanya profesi sebagai
pawang ular tersebut dimiliki oleh Atep (42) ayahnya, yang saat ini diturunkan
kepadanya dari situlah Fasa mencoba menyerap ilmu tentang dunia ular dari sang
ayah. Fasa menceritakan diusia 5 Tahun dirinya sudah dekat dengan ular.
"Kebetulan ayah seorang pawang ular, yang telah menaklukan ribuan ekor
ular," katanya.
Sehari-hari Fasa lebih senang
bermain bersama ular yang dimiliki ayahnya. Dengan tangan kecilnya Fasa piawai
memainkan ular. Mulai dari ular level rendah seperti ular cin-cin emas, sapi,
condro, sampai ular yang terkenal berbisa seperti cobra, hingga ular pyton yang
terkenal dengan lilitannya fasa mainkan dengan lincah.
Meski binatang reptil ini sangat
berbahaya, Fasa terlihat sangat menyayangi dan senang bermain ular meskipun
gigitan yang sering dialaminya. Fasa menunjukan beberapa bekas gigitan ular.
"Ini sudah biasa, karena saya sering bermain bersama ular," ungkapnya.
Hobi memainkan ular tersebut
dimanfaatkan Fasa dengan manggung dibeberapa hajatan. Dari panggung ke panggung
fasa ditemani sang ayah beraktrasi memainkan hewan berbisa tersebut. Hobi
memainkan ular tersebut dimanfaatkan Fasa dengan manggung dibeberapa hajatan.
Dari panggung ke panggung fasa ditemani sang ayah beraktrasi memainkan hewan
berbisa tersebut.
Selain itu Fasa juga sering tampil
dibeberapa event-event dan hiburan. Atep mengungkapkan, profesi sebagai pawang
ular yang telah digelutinya sejak tahun 1996 saat ini akan diturunkan kepada
anaknya sebagai pewaris. "Sudah satu tahun ini Fasa bermain dengan
berbagai jenis ular, alhhamdullilah tuhan masih memberi keselamatan kepada anak
saya," katanya.
Sebetulnya dulu Atep hanya
beraktrasi dari panggung ke panggung bersama group musik sunda Darso (alm).
Karena ular yang dimainkannya mati karena umur dan tidak galak lagi maka ia
memulai profesi baru sebagai pawang ular yang memburu berbagai macam jenis ular
di hutan belantara.
Atep mengungkapkan, Ular yang
dimainkannya langsung diambil dari alam dan langsung dibawa ke atas pentas
untuk beraktrasi. Atep memilih ular dari alam untuk beraktrasi karena ular dari
alam karakternya masih galak. "Ular galak saya pilih agar aktrasi semakin
seru dan menegangkan, jika ular tersebut ular peliharaan sekalipun itu cobra
tidak pernah saya bawa ke panggung karena akan mengacaukan
pertunjukannya."
Ular yang dimainkan Atep dan Fasa
di atas pentas sama-sama mempunyai karakter galak, meski begitu sampai saat ini
Fasa tak pernah luput dari pengawasan ayahnya saat memainkan ular tersebut.
Meski Fasa telah piawai memainkan ular, Atep tak pernah menganjurkan Fasa untuk
mencari ular. "Pernah ia menceritakan ketika mau berangkat mengaji ia
menemukan ular, tapi saya peringati untuk tidak main dengan ular yang ada di
alam. Cukup mainkan ular yang ada dirumah saja," katanya.
Kegiatan mencari ular ke hutan saat
ini sudah Atep hentikan demi menjaga kelestarian hutan. "Kegiatan tersebut
sudah saya hentikan sejak Tahun 2008 lalu. Saat ini saya hanya menjadi
tengkulak yang membeli ular dari pencari," katanya.
Saat ini populasi ular di alam
sudah habis, beberapa jenis ular langka saat ini sudah dilindungi. Atep tidak
sembarangan membeli ular karena bisa dijatuhi hukukuman. "Biasanya orang
jual ular cobra, ular tyersebut populasinya masih banyak. Selain untuk dipakai
beraktrasi, darah dan empedu cobra mempunyai khasiat untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit," ujarnya.
Selain menjadi pawang Atep juga
sering menerima job sebagai penakluk ular. Tak jarang orang memanggilnya untuk
menangkap ular yang ada di lingkungannya seperti dirumah-rumah, gedung kosong
atau disungai yang dekat dengan pemukiman warga. Keahlian menaklukan ular bagi
Atep sudah tak diragukan lagi, ia pernah menangkap ular raksasa Pyton jenis Retic
Jawa berukuran delapan meter empat tahun lalu di Jalan Sukabumi Kota Bandung.
"Saat ini ular tersebut sudah
ada di Kebun Binatang Ragunan. Waktu itu saya dipanggil oleh orang Bandung
untuk menangkap ular tersebut karena mereka takut ular tersebut mengancam
keselamatan warga," katanya.
Mencari Berkah dari Ular
Selain menjadi pawang dan penakluk
ular di panggung-panggung hajatan, Atep juga mempunyai profesi lain sebagai
dukun/dokter sepesialis berbagai macam penyakit dari ular. Ia memanfaatkan
keahlian sebagai pawang ular untuk membantu orang.
Dia menjelaskan, pengobatan dari
ular mempunyai berbagai khasiat, biasanya bagian yang diambil yaitu darah dan
empedu ditambahkan fanta atau madu untuk menyamarkan warna dan berkhasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit. "Biasanya orang yang kesini
mempunyai penyakit kulit, asma, kurang darah dll," katanya.
Atep berharap keahliannya
menaklukan hewan melata tersebut bisa turun kepada anaknya. "Saya cukup
mengaspresiasi keberanian anak saya. Ya kalau bukan si bungsu (Fasa) siapa
lagi, karena kaka-kakanya sudah pada menikah," tutupnya. Bagi warga
Kabupaten Bandung yang tertarik melihat keahlian Fasa dalam menaklukan ular
bisa memanggilnya atau datang langsung ke Kampung Cibunar, Desa Pangguh, Kecamatan
Ibun dengan jarak tempuh selama 1 jam perjalanan via Majalaya.Wisma Putra