Hampir 50 %
rumah tangga di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia kekurangan
layanan-layanan sistem air bersih. Sistem air bersih dan sanitasi yang baik
akan menghasilkan lingkungan yang baik pula, permasalahan sanitasi di Indonesia
saat ini sudah mengancam kesehatan.
Tingginya
angka diare, penyakit kulit, usus yang berasal dari air menjadi permasalahan
saat ini. Pemerintah harus bertanggung jawab dengan menyediakan air yang layak
digunakan dan dikonsumsi masyarakat Indonesia. Pembangunan sanitasi merupakan
salahsatu upayanya.
Percepatan
pembangunan sanitasi di Indonesia merupakan salah suatu yang mendesak untuk
segera dibenahi. Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas air bersih di
Kabupaten Bandung, Dinas Perumahan Penataan Ruang dan Kebersihan (Dispertasih) bekerjasama
dengan Asosiasi Kelompok Swadaya Masyarakat Sanitasi (AKSANSI) terkait program
sanitasi di Kabupaten Bandung.
Program ini didukung
oleh beberapa pihak seperti swasta dan csr. Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH), PDAM Tirta
Rahaja, United States Agency for International Development (USAID) dan Bank BPR
Kabupaten Bandung.
Bupati
Bandung H Muhammad Dadang Naser mengatakan, Program tersebut meliputi
pemeliharaan drainase, pengolahan limbah, sampah, air bersih dan pengadaan
sarana umum seperti MCK. “Saat ini kami bersama-sama dengan dinas terkait
sedang menyosialisasikan sanitasi untuk menjadikan Bandung bersih.
Dalam
peningkatan mutu dan fungsi air bersih serta lingkungan di Kabupaten Bandung
perlu perhatian lebih dan dikelola sebaik-baiknya sehingga memenuhi standar
kebutuhan masyarakat. “Kerjasama dengan berbagai pihak seperti swasta dan
csr-csr diharapkan dapat merealisasikan program ini dengan baik.
Selain itu ia
mengatakan, Bukan hanya meningkatkan
jumlah mutu dan sarananya tapi juga memperbaiki kesadaran masyarakatnya. “Bicara
sanitasi ini bukan urusan individu. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan mudah-mudahan
dapat mempercepat program sanitasi dan peningkatan kualitas air bersih di
Kabupaten Bandung,” ujarnya.
Deddy
Mulyadi, Kabid Perumahan Dispertasih berkata, sanitasi merupakan program dari
konsepan Bupati Kabupaten Bandung yaitu “Sabilulungan Raksa Desa”, upaya ini
dilakukan untuk menstopkan buang air
besar sembarangan (BABS) di Kabupaten Bandung.
Dia
mengatakan, U ada dua hal utama dalam Sabilulungan Raksa Desa, yakni keluarnya
Peraturan Bupati (Perbub) STBMI/RISPAM serta penandatanganan MoU kegiatan
kredit sanitasi bersama PT BPR Kabupaten Bandung.
Sabilulungan
Raksa Desa bukan hanya selogan tetapi mempunyai arti, untuk Raksa sendiri
singkatan dari Rumah, Air, Kakus, Sampah dan alam, semntara Sabilulungan
mempunyai arti kebersamaan. Dan Raksa juga mempunyai arti memelihara. Jika
diartikan secara umum slogan tersebut mengajak masyarakat untuk bersama-sama
menjaga Bandung bersih dengan bahu membahu dan gotong royong bersama,
“Sauyunan, satujuan,” katanya.
“BABS
menjadi sorotan. Saat ini masih banyak penduduk Kabupaten Bandung yang membuang
kotoran sembarangan. Mendirikan bangunan besar
dipinggiran kali atau mendirikan helikopter, membuang kotoran di kebun, selokan
atau membuka galian,” katanya.
BABS dibagi
dua, langsung dan tidak langsung. Dari data yang dihimpun Dispertasih
pembuangan langsung saat ini ada sekitar 10,9 %, diantaranya 3,78 % masih
menggunakan helikopter, 3,4 % mwmbuang kesungai, 0,38 % membuang di kebun/pekarangan,
3,74 % bukaan galian, dan 0,6 % di selokan,” ungkapnya.
Dari tahun
ketahun permasalahan BABS di Kabupaten Bandung belum masif dalam
sosialisasinya. “Cukup sulit untuk menyandang kata “Bebas BABS”, itu
dikarenakan penyediaan jamban yang kurang,” katanya.
Bebas BABS
bisa dilihat salah satunya dari kebutuhan jamban yang kurang. Jika melihat dari
perangkaan masih banyak, untuk menghilangkan BABS bisa melakukan individual
artinya mendirikan jamban-jamban bagi setiap rumah seperti jamban keluarga
(Jamga) atau jamban sekolah (Jamla).
Deddy
berungkap, manakala kita berbicara jumlah berapa rumah yang belum meliliki
jamban saat ini memang masih kurang, bahkan MCK-pun kurang, itu dikarenakan
jumlah anggaran dari APBD kurang. Artinya bahwa 10,9 % dengan penduduk
Kabupaten Bandung yang julahnya lebih dari 3 juta sekian berarti memerluka
sekitar 300 ribu jamban.
“Itu bukan
berarti 300 ribu jamban yang kami dirikan untuk satu keluarga artinya mereka akan
kami fasilitasi melalui MCK,” ungkapnya. Ada sekitar 47,2 % dari 3.351.048 jiwa
Kabupaten Bandung tidak memiliki akses terhadap senitasi yang layak, artinya
masih banyak masyarakat yang melakukan BABS.
Selain itu
juga, program sanitasi untuk tidak melakukan BABS tersebut belum menyadarkan
masyarakat. “Ya, buktinya masih banyak orang yang menjalankan kebiasaan buruk
dalam BAB,” katanya.
Untuk
mengurangi BABS di Kabupaten Bandung, Dinas Dispertasih memudahkan segala yang
menjadi keluhan masyarakat terutama untuk urusan air bersih dan BABS. Pemerintah Kabuaten Bandung saat ini
sudah bekerjasama dengan PT Bank Perkeriditan Rakyat (BPR) untuk memaksimalkan
program sanitasi.
PT BPR
mengkususkan kredit santitasi hanya untuk warga Kabupaten Bandung yang
membutuhkan dana untuk membangun sarana sanitasi. Pendanaan tersebut merupakan
aspresiasi dari PT BPR terhadap program sanitasi.
“Jika warga
sudah mempunyai jamban dan tak mempunyai septick tank maka masyaraakat bisa
mengkredit sarana santitasi tersebut.” Besaran pinjam paling rendah 1,8 juta digunakan
untuk 1 keluarga yang didalam rumah itu ada empat orang dan yang paling tinggi sekitar 3 juta
bisa dipakai 2-3 rumah tangga.
Tidak sulit
untuk mengkredit sarana sanitasi di PT BPR, bagi waga yang berminat tinggal
menunjukan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk serta rekomendasi wilayah.
sarana sanitasi yang diberika berupa closet dan septic tank.
Deddy
mengungkapkan saat ini pihaknya fokus pada daerah kumuh perkotaan. “Kami lebih
memprioritaskan daerah kumuh perkotaan, , meski begitu masyarakat desa juga tak
luput kita perhatikan,” katanya.
Tapi ada
beberapa kendala untuk merealisasikan sanitasi yang baik di daerah kumuh
perkotaan, biasanya tanahnya atau bangunan yang dihuni umumnya bukan pemilik
tanah. Pemerintah Kabupaten Bandung akan terus berupaya dan melakukan
pendekatan terhadap masyarakat kumuh perkotaan. Karena sifat BABS merantai
tidak putus dan tu merupakan potensi sebaran penyakit yang menakibatan
pencemaran akan lebih tinggi.
Tahun ini
Dinas Dispertasih mempunyai anggaran sebesar 2 miliar dari APBD untuk
merealisasikan program ini. “2 m hanya cukup untuk 19 desa,” ujar Deddy.
Sedangkan di Kabupaten Bandung dari 31 Kecamatan dan 191 Desa dan Kelurahan.
Daerah paling
parah rawan sanitasi di Kabupaten
Bandung ada di beberapa tempat atau disebut
zona merah. Pacet, Solokan Jeruk, Arjasari, Majalaya, Dayehuh Kolot
beberapanya. Sebut saja Majalaya di daerah pemukiman padat penduduk tersebut
masalah sanitasi masih terjadi.
Berdasarkan
pantauan Kerteraharja, di Kampung Rancabali, Desa Majakerta, Kecaamatan Majalay
dan Kampung Rancabali RW12, Desa Sukamantri, Kecamatan Paseh yang dialiri
aliran Sungai Cikaro. Penduduk disana masih menggantungkan cuci kakus dialiran
sungai tersebut.
Selain itu
di Desa Sukarame, Kecamatan Cipedes salah satu jamban yang tak layak pakai
masih dipergunakan warga. Itu terpaksa
mereka lakukan karena keterbatasan sarana. Entin (52) warga Raca Bali
mengatakan, dirinya terpaksa mencuci baju di aliran Sungai karena keterbatasan
sarana. “Sudah dari dulu warga Ranca Bali melakukan mandi, cuci, kakus dialiran sungai. Bedanya dulu tuh air
sungainya bersih,” ungkapnya. Saat ini baru Desa Ciporeat yang telah
memproklamirkan bebas BABS atau pionir.
Permasalahan
sanitasi di Indonesia menjadi perhatian dunia. Bank dunia, dan csr dari Germany
beberapa waktu dekat akan segera merapatkan barisan untuk membantu penyelamatan
Indonesia yang rawan sanitasi.
H Muhammad
Dadang Naser menargetkan, di akhir priode kepengurusannya masalah sanitasi di
Kabupaten Bandung dapat terselesaikan 2015 akhir. Ia berungkap, “2015 Bandung
akan benaar-benar bersih dari masalah sanitasi.
“Masalah air
bersih, limbah industri, sampah dan helikopter-helikopter di atas saluran air
yang menyebabkan pencemaran lingkungan semoga dapat dituntaskan dengan
Sabilulungan Raksa Desa,” pungkasnya.
Kurang Kesadaran
Kepala Dinas
Perumahan Penataan Ruang dan Kebersihan (Dispertasih), Ir Erwin Rinaldy
mengatakan, banyak faktor yang
menyebabkan kebiasaan buruk di masyrakat, salahsatunya BABS. Kurang kesadaran
terhadap pols hidup bersih menjasi permasalahan.
Sabilulung
Raksa Desa memperkuat komitmen program sanitasi dalam mendukung percepatan
akses universal sanitasi di Kabupaten Bandung.“Untuk menjadi Desa yang bebas
BABS harus dilakukan secara bertahap, berkesinambungan dan didukung oleh semua
pihak,” katanya.
Erwin
mengajak kepada seluruh warga Kabupaten Bandung, untuk melakukan cuci tangan pakai
sabun. hal itu harus dilakukan sejak dini demi menjaga kebersihan hidup. ‘Mari
budayakan cuci tangan pakai sabun untuk Bandung yang lebih bersih,” tutupnya. Wisma Putra