[Suakaonline]
- Catatan pahit intoleran antar umat beragama di Indonesia kembali
terjadi di tahun 2013. Hal tersebut diakibatkan retaknya
ketidakselarasan perbedaan keyakinan dan agama di tengah masyarakat.
Seperti yang terjadi di rumah ibadah Gereja Pantekosta Di Indonesia
(GPDI).
Gereja
yang berdiri sejak 1987 dan berlokasi di Jalan Racaekek, No. 219 ini
sudah dua tahun yang lalu menuai kontroversi antar umat beragama karena
masalah perijinan pendirian bangunan.
Kronologis Permasalahan
24
November 2013 lalu, belasan warga Desa Mekargalih 01/08 Kecamatan
Jatinangor Kabupaten Sumedang mendatangi rumah ibadah Gereja Pantekosta
Di Indonesia (GPDI) karena permasalahan ijin pendirian tempat Ibadah.
Sekitar
pukul 07.00 WIB, belasan warga yang geram akan permasalahan ini,
berduyun-duyun mendatangi gereja dan menuntut pihak Gereja untuk
mengosongkan tempat ibadah tersebut. Bukan karena larangan untuk
beribadah, namun pihak warga Desa Mekar Galih mempermasalahkan ijin
pendirian rumah tinggal yang dijadikan rumah ibadah.
Keadaan
sempat memanas karena terjadi perang dingin dan cekcok mulut antara
pihak warga Desa Mekargalih yang diprakarsai tokoh agama setempat dan
pihak gereja yang diprakarsai oleh Bernarad Maukar selaku Ketua GPDI
sekaligus pendeta di Gereja Pantekosta.
Permasalahan
ini menjadi sorotan dari berbagai pihak terutama pihak keamanan
Kepolisian Sektor Jatinangor, kala itu adu mulut antara keduabelah tak
terelakan, dalam kejadian ini belasan anggota Kepolisian Sektor
Jatinangor membubarkan para jamaat untuk mengosongkan ruangan Gereja
Pantekosta demi kepentingan keselamatan.
Selain
itu Kepala Desa Mekar Galih Dadan Jamaludin dan Camat Kecamatan
Jatinangor Bambang Rianto datang ke tempat kejadian untuk mencoba
melerai atara kedua belah pihak dan menenangkan agar pihak warga Desa
Mera Galih tidak melakukan aksi main hakim sendiri.
Hampir
dua jam lamanya adu mulut tersebut terjadi. Kemarahan warga dapat
terlerai, alhasil kedua belah pihak dapat ditenangkan dan jajaran
Pemerintahan Kabupaten Sumedang menjanjikan akan melakukan musyawarah
bersama semua pihak untuk mendapatkan kesepakatan menyoal perijinan
rumah ibadah.
Pada 29 November 2013, selang
lima hari dari kejadian tersebut, tepatnya tanggal 29 November 2013
pukul 14.00 WIB pihak warga Desa Mekar Galih dan Gereja Pantekosta
Jatinangor melakukan rapat bersama yang dimoderatori Bambang Rianto dan
dipimpin oleh Asep Sudrajat yang mendapat mandat untuk menggantikan
wakil Bupati Sumedang, selaku Kesbang dari Pemerintahan Kabupaten
Sumedang.
Rapat
yang berjalan cukup alot itu menghasilkan putusan bersama yakni jemaat
Gereja Pantekosta untuk tidak melakukan ibadah sementara sebelum ijin
resmi dari Pemda Kabupaten Sumedang dikeluarkan. Kemudian menyiapkan
tim verifikasi untuk melancarkan masalah perijinan yang
diwakili oleh beberapa elemen masyarakat termasuk perwakilan dari pihak
gereja dan pihak warga Desa Mekargalih dan jajaran Pemerintahan
Kabupaten Sumedang.
Selang
beberapa minggu dari rapat tersebut, pagi harinya, Selasa (31/12)
sekitar pukul 09.00 WIB Gereja Pantekosta didatangi kembali oleh warga
Desa Mekar Galih yang jumlahnya cukup banyak sampai puluhan orang.
Permasalahan
yang berlarut-larut ini menjadi sorotan AKBP Hadianur, Kaporles
Sumedang yang mengatakan pihaknya menginginkan agar semua pihak tetap
patuh terhadap peraturan dan tidak main hakim sendiri demi menjaga
kekondusifan.
“30
anggota kami dari Kaporles Sumedang hari ini kami siagakan untuk
pengamanan yang berkordinasi dengan Polsek Jatinangor dan Koramil
Jatinangor,” ucapnya, saat ditemui di depan gerbang Gereja Pantekosta
Jatinangor, Selasa (31/12).
Permasalahan
ini masih belum ditemukan titik terangnya, Asep Sudrajat selaku Kesbang
(Kesatuan Bangsa) dari Pemerintahan Kabupaten Sumedang mengatakan ,
penyebab tidak berjalannya yakni tim verefikasi yang kemarin tidak berjalan dengan baik. Karena pihak Gereja hanya mengandalkan Kartu Tanda Penduduk sebagai syarat perijinan.
“Tim
verefikasi kemarin mendapatkan 42 tanda tangan, namun sedikitnya
beberapa warga Desa Mekar Galih mencabut kembali keputusannya,” kata
Asep.
Karena
berkas-berkas yang diajukan oleh pihak Gereja tersebut ada di bupati
sebelumnya yang telah meninggal, jajaran Pemerintahan Kabupaten Sumedang
akan kembali membentuk tim verifikasi untuk dibawa ke forum yang lebih besar sesuai keputusan bupati.