[Suakaonline]
- Mengawali Upacara Sekaten, Kraton Yogyakarta mulai Selasa (14/1) ini
membunyikan dua buah gamelan pusaka, yakni Kyai Guntur Madu dan Kyai
Nogo Wilogo. Tradisi dibunyikannya dua buah gamelan tersebut merupakan
cara Para Walisongo, terutama Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam di
tanah Jawa.
Prosesi pengeluaran kedua gamelan dikenal dengan nama Miyos Gangsa.
Arti Miyos Gangsa adalah pertanda keluarnya kedua buah gamelan dari
Kraton Yogyakarta menuju Masjid Besar Kauman. Sebelum Miyos Gangsa,
dilakukan prosesi Nyebar Udhik-udhik atau uang logam recehan, beras
kuning dan bunga setaman oleh utusan Sri Sultan Hamengku Buwono X di
Bangsal Ponconiti Kraton dan di Bangsal Pagongan. Tradisi Nyebar
Udhik-udhik ini dikenal sebagai simboi pemberian sedekah seorang raja
kepada rakyatnya.
Gamelan
tersebut saat ini ditempatkan di Bangsal Pagongan di halaman Masjid
Besar Kauman. Dua buah gamelan akan dibunyikan setiap hari mulai pagi
hingga malam, mulai Mulai Selasa (14/1) hingga Minggu (19/01). Para Abdi
Dalemlah yang nantinya akan bergantian menabuh Gamelan Kyai Guntur Madu
dan Kyai Nogo Wilogo.
Saat gamelan dibunyikan, banyak warga masyarakat Yogyakarta dan
sekitarnya berdatangan untuk mendengarkannya. Barulah saat kedua gamelan
akan berhenti atau beristirahat di waktu Shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib
dan Isya, kepadatan warga yang menonton akan berkurang. Di sela-sela
acara tersebut di Masjid Besar Kauman pada malam hari juga digelar
pengajian sebagai sarana Syiar Islam.
"Kalau gamelan sudah ditabuh, kami selalu datang ke masjid gede untuk
mendengarkan. Kami datang setiap siang hari sampai kondur gangsa atau
gamelan masuk kembali ke kraton," ungkap Darno yang datang dari Sedayu
demi mendengar tabuhan Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilogo.
Yogyakarta yang tak hanya dikenal dengan budayanya juga menebar pesona kulinernya bersamaan dengan Miyos Gangsa. Di sekitar Mesjid Kauman, lapak-lapak penjual Nasi Gurih lengkap dengan Ingkung Ayam dan lauk pauk serta daun sirih dan kinang terhampar ramai.
Darno mengatakan "Saat kedua gamelan dibunyikan di kompleks mesjid,
banyak pedangang yang menjajakan dagangannya dan masyarakat yang sengaja
mendengarkan alunan Gamelan tersebut," Darno melanjutkan dengan paparan
bahwa sajian kuliner yang ada bukan semata-mata dagangan, melainkan ada
nilai budaya.
Dulu, saat Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilogo
dibunyikan, warga yang mendengarkan langsung mengunyah sirih dan kinang
sebagai pertanda ajaran atau syiar Islam itu sudah masuk ke sanubari.
Selain itu, ada pula kepercayaan jika prosesi itu dilakukan, mereka akan
tetap segar dan awet muda.
ADS HERE !!!